Candi
ini disebut Candi Gunung Kawi, atau biasa juga dijuluki Candi Tebing
Kawi. Meskipun merupakan salah satu situs purbakala yang dilindungi di
Bali, tempat ini tetap menjadi tempat bersembahyang umat Hindu hingga
sekarang. Nama Gunung Kawi sendiri konon berasal dari kata gunung (= gunung atau pegunungan) dan kawi
(=pahatan) (http://www.berani.co.id). Jadi, nama gunung kawi seolah
menyiratkan makna bahwa di tempat inilah sebuah gunung dipahat untuk
menjadi sebuah candi. Kompleks candi yang unik ini pertama kali
ditemukan oleh peneliti Belanda sekitar tahun 1920. Sejak itu, candi ini
mulai menarik minat para peneliti, terutama para peneliti arkeologi
kuno Bali. Menurut perkiraan para ahli, candi ini dibuat sekitar abad
ke-11 M, yaitu pada masa pemerintahan Raja Udayana hingga pemerintahan
Anak Wungsu (http://www.berani.co.id).
Menurut
catatan sejarah, Raja Udayana merupakan salah satu raja terkenal di
Bali yang berasal dari Dinasti Marwadewa. Melalui pernikahannya dengan
seorang puteri dari Jawa yang bernama Gunapriya Dharma Patni, ia
memiliki anak Erlangga dan Anak Wungsu. Setelah dewasa, Erlangga
kemudian menjadi raja di Jawa Timur, sementara Anak Wungsu memerintah di
Bali. Pada masa inilah diperkirakan candi tebing kawi dibangun. Salah
satu bukti arkeologis untuk menguatkan asumsi tersebut adalah tulisan di
atas pintu-semu yang menggunakan huruf Kediri yang berbunyi “haji lumah ing jalu” yang bermakna sang raja yang (secara simbolis) disemayamkan di Jalu. Raja yang dimaksud adalah Raja Udayana. Sedangkan kata jalu yang merupakan sebutan untuk taji (senjata) pada ayam jantan, dapat diasosiasikan juga sebagai keris atau pakerisan.
Nama Sungai Pakerisan atau Tukad Pakerisan inilah yang kini dikenal
sebagai nama sungai yang membelah dua tebing Candi Kawi tersebut
(http://www.purbakalabali.com).
Versi
lainnya yang berasal dari cerita rakyat setempat menyebutkan bahwa pura
atau candi Tebing Kawi ini dibuat oleh orang sakti bernama Kebo Iwa.
Kebo Iwa merupakan tokoh legenda masyarakat Bali yang dipercaya memiliki
tubuh yang sangat besar. Dengan kesaktiannya, konon Kebo Iwa menatahkan
kuku-kukunya yang tajam dan kuat pada dinding batu cadas di Tukad
Pakerisan itu. Dinding batu cadas tersebut seolah dipahat dengan halus
dan baik, sehingga membentuk gugusan dinding candi yang indah. Pekerjaan
yang seharusnya dikerjakan orang banyak dengan waktu yang relatif lama
itu, konon mampu diselesaikan oleh Kebo Iwa selama sehari semalam
(http://www.gianyartourism.com).
Candi
Gunung Kawi memang unik dan mengesankan. Kesan itu setidaknya dimulai
sejak Anda menuruni sejumlah 315 anak tangga di tubir Sungai Pakerisan.
Suasana asri yang nampak dari rerimbunan pohon di tepi sungai, juga
gemericik air dari sungai yang dikeramatkan di Bali ini membuat
pengunjung seolah disambut oleh simfoni alam. Anak tangga-anak tangga
untuk menuju Candi Gunung Kawi ini terbuat dari batu padas yang
dibingkai dengan dinding batu.
Sesampainya
di kompleks candi, wisatawan akan menyaksikan dua kelompok percandian
yang dipisahkan oleh aliran Sungai Pakerisan. Candi pertama terletak di
sebelah barat sungai, menghadap ke timur, yang berjumlah empat buah.
Sedangkan candi kedua terletak di sebelah timur sungai, menghadap ke
barat, yang berjumlah lima buah. Pada kompleks candi di sebelah barat,
juga dilengkapi kolam pemandian serta pancuran air. Menyaksikan dua
kompleks candi ini, Anda akan dibuat takjub oleh pemandangan
dinding-dinding batu cadas yang dipahat rapi membentuk ruang-ruang
lengkung yang di dalamnya terdapat sebuah candi. Candi-candi ini sengaja
dibuat di dalam cekungan untuk melindunginya dari ancaman erosi.
Candi sengaja dibuat di dalam ruang lengkung (ceruk)
Sumber Foto: http://niput.multiply.com
Pada
kompleks candi di sebelah barat terdapat semacam “ruang” pertapaan yang
juga disebut wihara. Wihara tersebut dipahat di dalam tebing yang kokoh
dan dilengkapi dengan pelataran, ruangan-ruangan kecil (seperti kamar)
yang dilengkapi dengan jendela, serta lubang sirkulasi udara di bagian
atapnya yang berfungsi juga untuk masuknya sinar matahari.
Ruangan-ruangan di dalam wihara ini kemungkinan dahulu digunakan sebagai
tempat meditasi maupun tempat pertemuan para pendeta atau tokoh-tokoh
kerajaan lainnya.
Ruangan yang digunakan sebagai tempat pertapaan atau meditasi
Sumber Foto: http://niput.multiply.com
Situs
lainnya yang masih satu kompleks dengan Candi Gunung Kawi adalah gapura
dan tempat pertapaan yang disebut Geria Pedanda. Di tempat ini
wisatawan dapat menyaksikan beberapa gapura dan tempat pertapaan. Para
ahli menyebut tempat ini sebagai “Makam ke-10”. Penamaan oleh para ahli
ini didasarkan pada tulisan singkat dengan huruf Kediri yang berbunyi “rakryan”,
yang jika ditafsirkan merupakan tempat persemayaman seorang perdana
menteri atau pejabat tinggi kerajaan. Sementara di bagian lain, agak
jauh ke arah tenggara dari kompleks Candi Gunung Kawi, melewati
persawahan yang menghijau, terdapat beberapa ceruk tempat pertapaan dan
sebuah wihara yang nampaknya sebagian belum terselesaikan secara
sempurna oleh pembuatnya.
Kompleks
Candi Gunung Kawi memang sengaja dibuat untuk persemayaman Raja Udayana
dan anak-anaknya. Namun makna persemayaman di sini bukan sebagai
kuburan untuk badan sang Raja dan keluarganya, melainkan dalam
pengertian simbolis, yakni untuk penghormatan kepada sang raja. Oleh
sebab itu, mengunjungi tempat ini Anda akan mendapatkan suasana tenang
dan damai. Kompleks Candi Gunung Kawi memang merupakan tempat ideal
untuk bermeditasi, sembahyang, atau untuk sekedar berwisata. Lokasinya
yang sejuk dan terletak persis di tepi sungai membuat kompleks
percandian ini menawarkan aura ketenangan batin yang dalam.
Lingkungan di sekitar Candi Gunung Kawi
Sumber Foto: http://niput.multiply.com
Jalur menuju Candi Gunung Kawi merupakan jalur yang sama menuju Istana Tampak Siring. Lokasi candi terletak sekitar 40 kilometer dari Kota Denpasar dengan perjalanan sekitar 1 jam menggunakan mobil atau motor. Sementara dari Kota Gianyar berjarak sekitar 21 kilometer atau sekitar setengah jam perjalanan. Apabila tidak membawa kendaraan pribadi, dari Denpasar maupun Gianyar wisatawan dapat memanfaatkan jasa taksi, bus pariwisata, maupun jasa agen perjalanan.
Obyek wisata Candi Gunung Kawi telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti tempat parkir yang cukup memadai, para pemandu yang siap menjelaskan sejarah dan nilai budaya Candi Gunung Kawi, serta warung-warung yang menjual makan dan minuman di sekitar kompleks candi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar